Rabu, 16 Januari 2013

3 Tingkatan Ma'rifat

Hadrotusyaikh Sulaiman bin Sahlan Q.S.


Ada 3 (tiga) tingkatan ma’rifat: Pertama, ma’rifatnya orang awam: yaitu ma’rifat kepada Allah dengan bersyahadat. Kedua,      ma’rifatnya para filosof dan ulama: yaitu ma’rifat kepada Allah dengan logika akal dan ilmu serta dalil-dalil, baik dari dalil al-Qur’an maupun al-Hadist (baru pada tingkat, katanya-katanya dan katanya). Ketiga, yaitu ma’rifatnya kepada Allah para wali Allah dengan merasakan di dalam Qolbi Sanubari al Hakiki Arruhani. Ma’rifat kepada Allah pengertian pertama dan kedua belum merupakan ma’rifat yang hakiki kepada Allah. Keduanya masih berada di dalam wilayah ilmul yakin dan ainul yakin. Ma’rifat menurut pengertian yang ketigalah yang merupakan ma’rifat kepada Allah yang hakiki dan inilah yang disebut dengan ma’rifatnya para wali Allah yang ma’rifat kepada Allah secara hakkul yakin bukan hanya ma’rifat dari sisi ilmul yakin dan ainul yakin saja, tetapi bahkan sampai dengan merasakan dengan yang sebenar-benarnya. Tidak bisa disebut mengenal dengan sebenar-benarnya sebelum bisa merasakan dengan sebenar-benarnya.

Ada 3 (tiga) Latifah yang fungsinya untuk berkomunikasi dengan Allah: yaitu pertama Latifah Qolbi Sanubari; kedua Latifah Ruuhi; dan  ketiga Latifah Sirri. Adapun  Latifah Qolbi Sanubari berfungsi untuk mengenal Allah, Latifah Ruuhi berfungsi untuk mencintai Allah, dan Latifah Sirri berfungsi untuk memandang Allah. Latifah Sirri lebih halus daripada Latifah Ruuhi dan Latifah Ruuhi lebih halus daripada Latifah Qolbi Sanubari.

Latifah Qolbi Sanubari tempatnya di bawah susu kiri berjarak sekitar 2 jari-jari agak kesebelah kiri; Latifah Ruuhi tempatnya di bawah susu kanan berjarak sekitar 2 jari-jari agak kesebelah kanan; Latifah Sirri tempatnya di bawah Latifah Qolbi Sanubari berjarak sekitar 2 jari-jari agak kesebelah kiri;
Ketika Latifah Qolbi Sanubari dapat memandang Allah; lenyap dari segala sesuatu yang lain selain Allah ketika nampak Allah; yang hal ini menggambarkan betapa dekatnya hubungan seorang hamba dengan Rabnya; yang bisa juga dikatakan sebagai mengenal Allah dari dekat, itulah  Ma’rifat.
Kalau mahabbah menggambarkan kedekatan hubungan seorang hamba dengan Rabnya dalam bentuk cinta, ma’rifat menggambarkan kedekatan hubungan seorang hamba dengan Rabnya di dalam Qolbi Sanubari. Artinya, seorang hamba yang telah mencapai tingkat ma’rifat, ia berada dan mersakan begitu dekat dengan Rabnya. Oleh karena itu, para wali Allah mengatakan: “kalau mata yang di hati terbuka, maka mata yang di kepala tertutup, lalu ketika itu yang dilihatnya hanyalah Allah; jika seorang wali Allah melihat ke cermin, maka yang dilihatnya hanyalah Allah. Yang dilihat seorang wali Allah dikala tidur maupun dikala terjaga atau bangun hanyalah Allah“.
Ma’rifat yang berkenaan dengan hakikat tentang Allah bukanlah pengetahuan mengenai kemahaesaan Allah yang diimani oleh orang mukmin biasa, akan tetapi ilmu mengenai sifat-sifat Allah yang wahdaniyyat yang khusus bagi para wali Allah, karena mereka para wali Allah sajalah yang menyaksikan Allah dengan Qolbi Sanubari Al Hakiki Arruhani. Mereka para wali Allah itu mengenal dan melihat Allah dengan kasaf yang tidak dimiliki oleh hamba-hamba Allah selain wali Allah.
Ma’rifat yang hakiki, khusus diberikan oleh Allah kepada para waliNya, sebab hanya para waliNya-lah  yang sanggup menerimanya, setelah mereka berhasil melewati maqam demi maqam. Ma’rifat hakiki seperti ini dimasukkan oleh Allah ke dalam Qolbi Sanubari Al Hakiki Arruhani seorang hamba yang dicintaiNya yang kemudian Allah membuat Qalbi Sanubari mereka penuh cahaya ketuhanan. Ada ungkapan wali Allah :
Aku melihat Allah  dengan Allah dan sekiranya bukan karena Allah aku tidak akan bisa melihat Allah ”.
Latifah Qolbi Sanubari disini bukanlah  jantung dalam bahasa Indonesia atau heart dalam bahasa Inggris. Latifah Qolbi Sanubari disini adalah Latifah yang berfungsi sebagai alat untuk merasakan juga sekaligus merupakan alat untuk berfikir;  suatu pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh jantung atau hati; Ini berbeda dengan ‘Akal, sebab Latifah Qolbi Sanubari dapat mengetahui hakekat segala yang ada dan bila Latifah Qolbi Sanubari menerima limpahan cahaya dari Allah, ia akan dapat mengetahui rahasisa-rahasia Allah, suatu hal yang tak dapat dicapai oleh ‘Akal.
Proses memperoleh ma’rifatnya wali Allah yang ahli ma’rifat  adalah dengan latihan yang terus menerus atau mujahadah dan riadoh yang disertai dengan holwat dan nguzlah atau menyendiri, yaitu menyendirikan diri di tempat sepi sebagai upaya latihan awal untuk menyendirikan diri dari selain Allah.
Sewaktu Latifah Qolbi Sanubari dan Latifah Ruuhi seorang wali Allah yang ahli ma’rifat  yang telah suci sesuci-sucinya dan telah kosong sekosong-kosongnya dari segala hal yang dapat mengganggu, tibalah saatnya bagi seorang wali Allah yang ahli ma’rifat  menangkap cahaya Allah yang diturunkan oleh Allah kepada hambaNya yang dipilih dan dikehendakiNya. Dan dikala seorang wali Allah menerima cahaya yang diturunkan oleh Allah melalui Latifah Sirri yang diperolehnya, maka yang dilihat oleh seorang wali Allah yang yang ahli ma’rifat  tersebut hanyalah Allah dan sampailah ia pada ma’rifat yang hakiki atau yang disebut dengan wusul ilalloh – sampai kepada Allah atau bertemu dengan Allah. Makin banyak wali Allah memperoleh ma’rifat yang hakiki ini, makin banyak ia mengetahui rahasia-rahasia Allah dan makin dekatlah ia kepada Allah.
Walaupun seorang wali Allah yang ahli ma’rifat  yang sudah sedemikian dekatnya dengan Allah, namun tidak akan bisa memperoleh ma’rifat secara penuh atau sempurna, karena manusia bersifat terbatas, sedang Allah bersifat tidak terbatas. Semisal cangkir teh tak akan mungkin bisa menampung semua air yang ada di laut. Manusia, termasuk di dalamnya para wali Allah adalah makhluk yang terbatas kemampuannya. Oleh sebab itu, seorang wali Allah yang ahli ma’rifat  yang adalah manusia juga yang sifatnya terbatas itu  tidak akan mungkin mampu mengetahui hakikat ketuhanan secara penuh dan sempurna. Ma’rifat semacam inilah yang membuat tasawuf diperbolehkan bagi ahli syariat dhohir. Jika tidak, kaum syariat dhohir akan melarang hal-hal yang berhubungan dengan tasawuf, sebab dipandang menyeleweng dari ajaran Islam.

kunci:
istiqomah amal sebelas dan  tawajuhan hari selasa agar bisa wusul

1 komentar: